Saturday 22 December 2012

PERKEMBANGAN & SEJARAH HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) DALAM ERA GLOBALISASI



PERKEMBANGAN & SEJARAH HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI) DALAM ERA GLOBALISASI
A.    Pendahuluan
Selama ini berbagai usaha untuk menyosialisasikan penghargaan atas HAKI telah dilakukan secara bersama-sama aparat pemerintah terkait beserta lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tampaknya belum cukup berhasil.
Ada beberapa alas an yang mendasarinya. Pertama, konsep dan perlunya HAKI belum dipahami dimasyarakat. Kedua, kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HAKI itu sendiri maupun aparat penegak hukum. Ketiga, tidak ada kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HAKI dikalangan pemilik HAKI dan aparat penegak hukum.
Globalisasi yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparasi, memberikan dampak yang cukup besar terhadap perlindungan HAKI di Indonesia. Situasi seperti inipun memberikan tantangan kepada Indonesia, dimana Indonesia diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HAKI sehingga terciptanya persaingan sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kapada investor untuk berinvestasi di Indonesia.
B.     Pengertian HAKI
Dari istilah HAKI ada 3 kata kunci dari istilah tersebut yaitu hak, kekayaan dan intelektual. Hak adalah milik kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu menurut hukum. Kekayaan adalah harta yang menjadi milik orang. Intelektual adalah cerdas, berakal pikiran jernih. Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya dibidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh produk baru.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Intellectual Property Right (IPR) adalah instrument hukum yang memberikan perlindungan hak pada seseorang atas segala hasil kreativitas dan perwujudan karya intelektual dan memberikan hak kepada pemilik hak untuk menikmati keuntungan ekonomi dari kepemilikan hak tersebut. Melalui perlindunga  HAKI pula para pemilik hak berhak untuk menggunakan, memperbanyak, dan atau mengumumkan hasil karya intelektualnya tersebut.
C.    Sejarah, Latar Belakang dan Landasan HAKI
Undang-undang mengenai HAKI pertama kali ada di Venice, Italia, yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman Tudor tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum paten pertama di Inggris yaitu Statue of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1833 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merk dagang dan desain. Kemudian konversi Berne 1886 untuk masalah hak cipta (copyright).
Tujuan konversi-konversi tersebut antara lain, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konversi tersebut kemudian membentuk biro administrative bernama The United International Bureau for The Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administrative khusus dibawah PBB yang menangani masalah HAKI anggota PBB.
Pada tahun 2001 World Intellectual Property Organisation (WIPO) telah menetapkan 26 April sebagai Hari Hak Atas Kekayaan Intelektual sedunia.
Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-undang No.7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pengenalan HAKI sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud dalam tatanan hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dalam sudut pandang HAKI aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan, tidak saja akan merasa aman tapi juga mewujudkan iklim kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya inovatif dan produktif. Dinegara barat (western), pengahargaan atas kekayaan intelektual atu hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka. HAKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seorang, akan tetapi digunakan dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan dikomersialkan, memungkinkan pencipta dapat mengeksploitasi penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi memungkinkan pencipta untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh individu atau pihak lain.
Pada awal tahun 1990, di Indonesia HAKI tidak populer. HAKI mulai populer memasuki awal tahun 2000 sampai dengan sekarang. Perubahan perjalanan Undang-undang HAKI di Indonesia: UU No.6 tahun 1982 diperbaharui menjadi UU No.7 tahun 1987, UU No.12 tahun 1992, terakhir undang-undang tersebut dipernaharui menjadi UU No.19 tahun 2002 tentang Hak Kekayaan Intelektual yang disahkan pada 29 Juli 2002 ternyata diberlakukan untuk 12 bulan kemudian yaitu 19 Juli 2003, inilah kemudian dijadikan landasan diberlakukannya UU HAKI di Indonesia.
D.    Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual
1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.

2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun.Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya.

E. JENIS – JENIS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

1. Hak Cipta (Copyrights)
            Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)

§ Pemegang Hak Cipta
Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari si pencipta.
§ Pengertian Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan mempunyai nilai keaslian dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
§ Pendaftaran Ciptaan untuk Memperoleh Perlindungan Hak Cipta
Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. Untuk lebih baiknya dianjurkan pada Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta untuk mendaftarkan ciptaannya, karena Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan, apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
§ Karya Cipta yang Dilindungi UU Hak Cipta
a.       Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
b.      Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
c.       Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d.      Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
e.       Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim.
f.       Seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
g.       Arsitektur
h.      Peta
i.        Seni Batik
j.        Fotografi
k.      Sinematografi
l.        Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
§ Yang Tidak Dapat Didaftarkan untuk Memperoleh Hak Cipta
a.       Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
b.      Ciptaan yang tidak orisinil.
c.       Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata.
d.      Ciptaan yang sudah merupakan milik umum.
e.       Ketentuan yang diatur dalam pasal 13 UU tentang Hak Cipta (UUHC).

§ Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan atas suatu ciptaan berlaku selama pencipta hidup dan ditambah
50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Jika pencipta lebih dari 1 orang, maka hak tersebut diberikan selama hidup
ditambah 50 tahun pencipta terakhir meninggal dunia.
Hak Cipta atas ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database
dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali
diumumkan.

2. Hak Kekayaan Industri

a. Paten (Patent)
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten:
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).

Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (temuan).
Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut haktersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
§ Yang Harus Diperhatikan untuk Dihindari Sebelum Mengajukan Paten
Yang harus dihindari sebelum permintaan Paten diajukan adalah pengungkapan atau mempublikasikan secara umum hasil penelitian atau penemuan dalam jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan sebelum permintaan paten diajukan.
Pengungkapan suatu hasil penelitian atau penemuan dapat terjadi dalam 3 (tiga) cara :
1.      Melalui penguraian teknik dengan tulisan yang dipublikasikan.
2.      Melalui penguraian produk dan atau cara penggunaannya di depan umum.
3.      Melalui pameran produk, dapat berupa suatu pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau berupa suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi.

§ Sistem Pendaftaran Paten
Ada 2 macam sistem pendaftaran paten, yaitu :
1.      Sistem First to File adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan.
2.      Sistem First to Invent adalah suatu system yang memberikan hak paten bagi mereka yang menemukan inovasi pertama kali sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
“Indonesia menggunakan sistem First To File”

§ Perbedaan Antara Paten Biasa dan Paten Sederhana
No Uraian Paten Paten Sederhana
1.      Yang diperiksa Kebaruan (novelty), langkah inventif, dapat diterapkan dalam industri Kebaruan (novelty)
2.      Masa Berlaku 20 tahun, terhitung sejak penerimaan permintaan paten 10 tahun, terhitung sejak tanggal pemberian paten
3.      Jumlah Klaim 1 (satu) atau lebih dari satu 1 (satu)
§ Penemuan Yang Tidak Dapat Dipatenkan
Yang tidak dapat diberikan perlindungan paten
adalah (UU Paten, pasal 7) :
1.      Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan. Contoh : Bahan peledak
2.      Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan.
3.      Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
4.      Semua mahluk hidup, kecuali jasad renik. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses mikrobiologis.
§ Yang Harus Dilakukan Sebelum Mengajukan Paten
1.      Melakukan penelusuran (searching) informasi paten di beberapa Website, antara lain :
·         http://www.dgip.go.id
·         http://www.uspto.gov
·         http://www.jpo.gov
·         http://www.epo.gov
2.      Melakukan analisa, apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan untuk mendapat perlindungan hak paten dibandingkan dengan invensi terdahulu.
3.      Mengambil keputusan, jika invensi tersebut ternyata memang ada nilai kebaruan dari pada invensi terdahulu, maka sebaiknya diajukan untuk mendapat perlindungan hak paten dan jika tidak seyogyanya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian biaya pendaftaran paten

b. Merek (Trademark)
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf,angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1)
§ Yang Dapat Mendaftarkan Merek :
1.      Perorangan
2.      Beberapa Orang (pemilikan bersama)
3.      Badan Hukum
§ Fungsi Merek
1.      Menunjukan barang/jasa yang dihasilkan
2.      Sebagai jaminan atas mutu barangnya
3.      Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau badan hukum dari produk orang lain atau badan hukum lainnya.
§ Jangka Waktu Perlindungan Merek
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang

c. Rahasia Dagang (Trade Secrets)
            Menurut UU No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
§ Unsur – Unsur Rahasia Dagang
Unsur dari rahasia dagang adalah :
1.      Adanya informasi bisnis dan teknologi yang dirahasiakan
2.      Mempunyai nilai ekonomi
3.      Adanya upaya untuk menjaga kerahasiaan
Ketiga unsur tersebut harus ada dalam rahasia dagang
§ Hak dari Pemegang Rahasia Dagang
1.      Menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya
2.      Memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
§ Apakah Rahasia Dagang Perlu Didaftarkan?
Tidak, tetapi jika akan dilakukan pengalihan hak harus ada dokumen pengalihan hak dan dicatatkan pada Ditjen HAKI dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam UU Rahasia Dagang. Apabila tidak dicatatkan pada Ditjen HAKI tidak berakibat hukum pada pihak ketiga

§ Jangka Waktu Rahasia Dagang
Jangka waktu untuk hak rahasia dagang tidak terbatas, sepanjang rahasia itu dipegang oleh pemiliknya

d. Desain Industri (Industrial Design)
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
(Pasal 1 Ayat 1)
Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Pendesain adalah seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.
§ Jangka Waktu Perlindungan
Perlindungan terhadap hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan

e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Circuit Layout)
            Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
untuk menghasilkan fungsi elektronik.(Pasal 1 Ayat 1)

Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal 1Ayat 2)
§ Yang Mendapat Perlidungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan untuk desain tata letak sirkuit terpadu yang orisinil. Desain tata letak sirkuit terpadu dinyatakan orisinil apabila desain tersebut merupakan hasil karya mandiri pendesain, dan pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain.
§ Jangka Waktu Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
1.      Perlindungan terhadap hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan kepada pemegang hak sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimanapun, atau sejak tanggal penerimaan. Jangka waktu perlindungan adalah 10 tahun.
2.      Jika desain tata letak sirkuit terpadu telah dieksploitasi secara komersial, permohonan harus diajukan paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal pertama kali dieksploitasi.


f. Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety)
 Berdasarkan UU No. 29 tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah hak yang diberikan
kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas
hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
            PVT diberikan kepada varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan. Sedangkan kriteria varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan
secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.
§ Istilah dalam Perlindungan Varietas Tanaman
1.      Perlindungan Varietas Tanaman
Yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan negara,yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
2.      Varietas tanaman
Yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
3.      Pemuliaan tanaman
Adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan.
4.      Benih tanaman
Yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.
5.      Kantor Perlindungan Varietas Tanaman
Adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan tugas dan kewenangan di bidang Perlindungan Varietas Tanaman.
§ Jangka Waktu Perlindungan
Adapun jangka waktu perlindungan yang diberikan adalah selama 20 (duapuluh) tahun untuk tanaman semusim, dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.

E.     HAKI Perangkat Lunak
Di Indonesia, HaKI PL termasuk ke dalam kategori Hak Cipta (Copyright). Beberapa negara, mengizinkan pematenan perangkat lunak. Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya ''Saya izinkan anda menggunakan paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten anda''. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten. Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini.
Banyak pihak tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri perangkat lunak. Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan patennya di negara lain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
Dalam bidang perangkat lunak atau software, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan hak paten. Selain itu, ada beberapa definisi yang menunjukkan status sebuah software yang perlu kita ketahui. Istilah-istilah tersebut adalah:

- Perangkat Lunak Berpemilik (Proprietary)
Perangkat lunak berpemilik (proprietary) adalah perangkat lunak yang tidak bebas atau pun semi-bebas. Seseorang dapat dilarang, atau harus meminta izin, atau akan dikenakan pembatasan lainnya jika menggunakan, mengedarkan, atau memodifikasinya.

- Perangkat Lunak Komersial
Perangkat lunak komersial adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh kalangan bisnis untuk memperoleh keuntungan dari penggunaannya. Komersial dan kepemilikan adalah dua hal yang berbeda. Kebanyakan perangkat lunak komersial adalah berpemilik, tapi ada perangkat lunak bebas komersial, dan ada perangkat lunak tidak bebas dan tidak komersial.

- Perangkat Lunak Semi—Bebas
Perangkat lunak semibebas adalah perangkat lunak yang tidak bebas, tapi mengizinkan setiap orang untuk menggunakan, menyalin, mendistribusikan, dan memodifikasinya (termasuk distribusi dari versi yang telah dimodifikasi) untuk tujuan tertentu (Umpama nirlaba). PGP adalah salah satu contoh dari program semibebas. Perangkat lunak semibebas jauh lebih baik dari perangkat lunak berpemilik, namun masih ada masalah, dan seseorang tidak dapat menggunakannya pada sistem operasi yang bebas.

- Public Domain
Perangkat lunak  public domain ialah perangkat lunak yang tanpa hak cipta. Ini merupakan kasus khusus dari perangkat lunak bebas non-copyleft, yang berarti bahwa beberapa salinan atau versi yang telah dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Terkadang ada yang menggunakan istilah ``public domain'' secara bebas yang berarti ``cuma-cuma'' atau ``tersedia gratis". Namun ``public domain'' merupakan istilah hukum yang artinya ``tidak memiliki hak cipta''. Untuk jelasnya, kami menganjurkan untuk menggunakan istilah ``public domain'' dalam arti tersebut, serta menggunakan istilah lain untuk mengartikan pengertian yang lain.
Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluwarsa. Sebagai contoh, lagulagu klasik sebagian besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta.
- Freeware
Istilah freeware tidak terdefinisi dengan jelas, tetapi biasanya digunakan untuk paket-paket yang mengizinkan pendistribusian kembali tanpa modifikasi (kode programnya tidak tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak bebas.


- Shareware
Shareware ialah perangkat lunak yang mengizinkan orang-orang untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya lisensi. Dalam praktiknya, orang-orang sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan tetap menggunakan perangkat lunak tersebut meski sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.

-Perangkat Lunak Bebas

Perangkat lunak bebas ialah perangkat lunak yang mengizinkan siapa pun untuk menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan, baik dimodifikasi atau pun tidak, secara gratis atau pun dengan biaya. Perlu ditekankan, bahwa kode sumber dari program harus tersedia. Jika tidak ada kode program, berarti bukan perangkat lunak. Perangkat Lunak Bebas mengacu pada kebebasan para penggunanya untuk menjalankan, menggandakan, menyebarluaskan, mempelajari, mengubah dan meningkatkan kinerja perangkat lunak. Tepatnya, mengacu pada empat jenis kebebasan bagi para pengguna perangk at lunak:

·         Kebebasan 0.  Kebebasan untuk menjalankan programnya untuk tujuan apa saja.
·         Kebebasan 1.  Kebebasan untuk mempelajari bagaimana program itu bekerja serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan anda. Akses pada kode program merupakan suatu prasyarat.
·         Kebebasan 2.  Kebebasan untuk menyebarluaskan kembali hasil salinan perangkat lunak tersebut sehingga dapat membantu sesama anda.
·         Kebebasan 3.  Kebebasan untuk meningkatkan kinerja program, dan dapat menyebarkannya ke khalayak umum sehingga semua menikmati keuntungannya. Akses pada kode program merupakan suatu prasyarat juga.
Suatu program merupakan perangkat lunak bebas, jika setiap pengguna memiliki semua dari kebebasan tersebut. Dengan demikian, anda seharusnya bebas untuk menyebarluaskan salinan program itu, dengan atau tanpa modifikasi (perubahan), secara gratis atau pun dengan memungut biaya penyebarluasan, kepada siapa pun dimana pun. Kebebasan untuk melakukan semua hal di atas berarti anda tidak harus meminta atau pun membayar untuk izin tersebut.
Perangkat lunak bebas bukan berarti ``tidak komersial''. Program bebas harus boleh digunakan untuk keperluan komersial. Pengembangan perangkat lunak bebas secara komersial pun tidak merupakan hal yang aneh; dan produknya ialah perangkat lunak bebas yang komersial.

-Copylefted/Non-Copylefted

Perangkat lunak copylefted merupakan perangkat lunak bebas yang ketentuan pendistribusinya tidak memperbolehkan untuk menambah batasan-batasan tambahan – jika mendistribusikan atau memodifikasi perangkat lunak tersebut. Artinya, setiap salinan dari perangkat lunak, walaupun telah dimodifikasi, haruslah merupakan perangkat lunak bebas.
Perangkat lunak bebas non-copyleft dibuat oleh pembuatnya yang mengizinkan seseorang untuk mendistribusikan dan memodifikasi, dan untuk menambahkan batasan-batasan tambahan dalamnya. Jika suatu program bebas tapi tidak copyleft, maka beberapa salinan atau versi yang dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Perusahaan perangkat lunak dapat mengkompilasi programnya, dengan atau tanpa modifikasi, dan mendistribusikan file tereksekusi sebagai produk perangkat lunak yang berpemilik. Sistem X Window menggambarkan hal ini.

-Perangkat Lunak Kode Terbuka

Konsep Perangkat Lunak Kode Terbuka (Open Source Software) pada intinya adalah membuka kode sumber (source code) dari sebuah perangkat lunak. Konsep ini terasa aneh pada awalnya dikarenakan kode sumber merupakan kunci dari sebuah perangkat lunak. Dengan diketahui logika yang ada di kode sumber, maka orang lain semestinya dapat membuat perangkat lunak yang sama fungsinya. Open source hanya sebatas itu. Artinya, tidak harus gratis. Kita bisa saja membuat perangkat lunak yang kita buka kode-sumber-nya, mempatenkan algoritmanya, medaftarkan hak cipta, dan tetap menjual perangkat lunak tersebut secara komersial (alias tidak gratis). definisi open source yangasli seperti tertuang dalam OSD (Open Source Definition) yaitu:
·         Free Redistribution
·         Source Code
·         Derived Works
·         Integrity of the Authors Source Code
·         No Discrimination Against Persons or Groups
·         No Discrimination Against Fields of Endeavor
·         Distribution of License
·         License Must Not Be Specific to a Product
·         License Must Not Contaminate Other Software

-GNU General Public License (GNU/GPL)

GNU/GPL merupakan sebuah kumpulan ketentuan pendistribusian tertentu untuk meng-copyleft-kan sebuah program. Proyek GNU menggunakannya sebagai perjanjian distribusi untuk sebagian besar perangkat lunak GNU. Sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada perangkat lunak Open Source. GPL memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan sebuah ciptaan asalkan modifikasi atau produk derivasi dari ciptaan tersebut memiliki lisensi yang sama. Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak lain.

Komersialisasi Perangkat Lunak

Bebas pada kata perangkat lunak bebas tepatnya adalah bahwa para pengguna bebas untuk menjalankan suatu program, mengubah suatu program, dan mendistribusi ulang suatu program dengan atau tanpa mengubahnya. Berhubung perangkat lunak bebas bukan perihal harga, harga yang murah tidak menjadikannya menjadi lebih bebas, atau mendekati bebas. Jadi jika anda mendistribusi ulang salinan dari perangkat lunak bebas, anda dapat saja menarik biaya dan mendapatkan uang. Mendistribusi ulang perangkat lunak bebas merupakan kegiatan yang baik dan sah; jika anda melakukannya, silakan juga menarik keuntungan.
Beberapa bentuk model bisnis yang dapat dilakukan dengan Open Source:
·         Support/seller, pendapatan diperoleh dari penjualan media distribusi, branding, pelatihan, jasa konsultasi, pengembangan custom, dan dukungan setelah penjualan.
·         Loss leader, suatu produk Open Source gratis digunakan untuk menggantikan perangkat lunak komersial.
·         Widget Frosting, perusahaan pada dasarnya menjual perangkat keras yang menggunakan program open source untuk menjalankan perangkat keras seperti sebagai driver atau lainnya.
·         Accecorizing, perusahaan mendistribusikan buku, perangkat keras, atau barang fisik lainnya yang berkaitan dengan produk Open Source, misal penerbitan buku O Reilly.
·         Service Enabler, perangkat lunak Open Source dibuat dan didistribusikan untuk mendukung ke arah penjualan service lainnya yang menghasilkan uang.
·         Brand Licensing, Suatu perusahaan mendapatkan penghasilan dengan penggunaan nama dagangnya.
·         Sell it, Free it, suatu perusahaan memulai siklus produksinya sebagai suatu produk komersial dan lalu mengubahnya menjadi produk open Source.
·         Software Franchising, ini merupakan model kombinasi antara brand licensing dan support/seller
G. BENTUK DAN ATURAN PELANGGARAN HAK CIPTA
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memerlukan sumber daya yang baik dari segala aspek, terlebih dari aspek sumber daya manusia. Hasil karya cipta, dalam hal ini karya cipta yang terkait dengan perangkat lunak, sudah
sepantasnya mendapat penghargaan yang layak agar di masa mendatang tercipta karya-karya yang lebih baik.

Pelanggaran hak cipta dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi umumnya terjadi pada karya cipta peranti lunak atau software. Bentuk pelanggarannya dapat berupa:
  1. Duplikasi atau penggandaan perangkat lunak proprietary tanpa ijin
  2. Penjualan perangkat lunak bajakan.
  3. Instalasi perangkat lunak bajakan ke dalam harddisk
  4. Modifikasi perangkat lunak tanpa ijin

Pelanggaran atas hak cipta seseorang akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan :
  1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.0000,00 (lima miliar rupiah).

  2.  Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

  3.  Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
 Hak Cipta Orang Lain
Sebagai warga negara yang baik, sudah sepantasnya kita menghargai hak cipta orang lain, misalnya dengan cara berikut ini.

  1. Selalu menggunakan perangkat lunak yang legal dan berlisensi. Legal dan berlisensi tidak selalu berarti kita harus membayar untuk mendapatkannya. Sebagai contoh: kita dapat menggunakan sistem operasi Linux yang legal dan berlisensi tanpa harus membayar.
  2. Tidak melakukan penggandaan software-software ilegal.
  3.  Selalu menggunakan perangkat lunak untuk hal-hal positif.
  4. Tidak mengubah atau memodifikasi program komputer yang memang tidak boleh diubah atau dimodifikasi oleh pembuatnya.
  5. Tidak menyalahgunakan perangkat lunak untuk berbagai hal yang melanggar hukum.
F.     Penutup
Betapapun HaKI adalah konsep hukum yang netral. Namun, sebagai pranata, HaKI juga memiliki misi. Di antaranya, menjamin perlindungan terhadap kepentingan moral dan ekonomi pemiliknya. Bagi Indonesia, pengembangan sistem HaKI telah diarahkan untuk menjadi pagar, penuntun dan sekaligus rambu bagi aktivitas industri dan lalu lintas perdagangan. Dalam skala ekonomi makro, HaKI dirancang untuk memberi energi dan motivasi kepada masyarakat untuk lebih mampu menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki. Ketika menghadapi badai krisis ekonomi, HaKI terbukti dapat menjadi salah satu payung pelindung bagi para tenaga kerja yang memang benar-benar kreatif dan inovatif. Lebih dari itu, HaKI sesungguhnya dapat diberdayakan untuk mengurangi kadar ketergantungan ekonomi pada luar negeri. Bagi Indonesia, menerima globalisasi dan mengakomodasi konsepsi perlindungan HaKI tidak lantas menihilkan kepentingan nasional. Keberpihakan pada rakyat, tetap menjadi justifikasi dalam prinsip-prinsip pengaturan dan rasionalitas perlindungan berbagai bidang HaKI di tingkat nasional. Namun, semua itu harus tetap berada pada koridor hukum dan norma-norma internasional.Dari segi hukum, sesungguhnya landasan keberpihakan pada kepentingan nasional itu telah tertata dalam berbagai pranata HaKI. Di bidang paten misalnya, monopoli penguasaan dibatasi hanya seperlima abad. Selewatnya itu, paten menjadi public domain. Artinya, klaim monopoli dihentikan dan masyarakat bebas memanfaatkan. Di bidang merek, HaKI tegas menolak monopoli pemilikan dan penggunaan merek yang miskin reputasi. Merek serupa itu bebas digunakan dan didaftarkan orang lain sepanjang untuk komoditas dagang yang tidak sejenis. HaKI hanya memberi otoritas monopoli yang lebih ketat pada merek yang sudah menjadi tanda dagang yang terkenal. Di luar itu, masyarakat bebas menggunakan sepanjang sesuai dengan aturan. Yang pasti, permintaan pendaftaran merek ditolak bila didasari itikad tidak baik.
Banyak pemikiran yang menawarkan tesis bahwa efektivitas UU ditentukan oleh tiga hal utama. Yaitu, kualitas perangkat perundang-undangan, tingkat kesiapan aparat penegak hukum dan derajat pemahaman masyarakat.
Pertama, dari segi kualitas perundang-undangan. Masalahnya adalah apakah materi muatan UU telah tersusun secara lengkap dan memadai, serta terstruktur dan mudah dipahami. Aturan perundang-undangan di bidang HaKI memiliki kendala dari sudut parameter ini. Hal ini terbukti dari seringnya merevisi perangkat perundangan yang telah dimiliki. UU Hak Cipta telah tiga kali direvisi. Demikian pula UU Paten dan UU Merek yang telah disempurnakan lagi setelah sebelumnya bersama-sama direvisi tahun 1997. Sebagai instrumen pengaturan yang relatif baru, bongkar pasang UU bukan hal yang tabu. Setiap kali dilakukan revisi, setiap kali pula tertambah kekurangan-kekurangan yang dahulu tidak terpikirkan. Dalam banyak hal, revisi juga sekedar merupakan klarifikasi. Ini yang sering kali digunakan sebagai solusi atas problema pengaturan yang tidak jelas atau melahirkan multiinterpretasi.
Kedua, tingkat kesiapan aparat penegak hukum. Faktor ini melibatkan banyak pihak: polisi, jaksa, hakim, dan bahkan para pengacara. Seperti sudah sering kali dikeluhkan, sebagian dari para aktor penegakan hukum tersebut dinilai belum sepenuhnya mampu mengimplementasikan UU HaKI secara optimal. Dengan menepis berbagai kemungkinan terjadinya 'penyimpangan', kendala yang dihadapi memang tidak sepenuhnya berada di pundak mereka. Sistem pendidikan dan kurikulum di bangku pendidikan tinggi tidak memberikan bekal substansi yang cukup di bidang HaKI. Karenanya, dapat dipahami bila wajah penegakan hukum HaKI masih tampak kusut dan acapkali diwarnai berbagai kontroversi. Ketiga, derajat pemahaman masyarakat. Sesungguhnya memang kurang fair menuntut masyarakat memahami sendiri aturan HaKI tanpa bimbingan yang memadai. Sebagai konsep hukum baru yang padat dengan teori lintas ilmu, HaKI memiliki kendala klasik untuk dapat dimengerti dan dipahami. Selain sistem edukasi yang kurang terakomodasi di jenjang perguruan tinggi, HaKI hanya menjadi wacana yang sangat terbatas karena kurangnya.
Dari paparan di atas tampak bahwa faktor pemahaman masyarakat dan kesiapan aparat penegak hukum, memiliki korelasi yang kuat dengan kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan. Sosialisasi menjadi tingkat prakondisi bagi efektivitas penegakan hukum. Efektivitas penegakan hukum sungguh sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman masyarakat dan kesiapan aparat. Semakin tinggi pemahaman masyarakat semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukumnya. Demikian pula kondisi aparat. Semakin bulat pemahaman aparat, semakin mantap kinerja mereka di lapangan. Keduanya merupakan faktor yang menentukan. Karenanya, sosialisasi merupakan keharusan. Sosialisasi diperlukan utamanya untuk membangun pemahaman dan menumbuhkan kesadaran masyarakat. Seiring dengan itu untuk meningkatkan pemahaman dan memantapkan kemampuan aparat dalam menangani masalah HaKI. Di antara bidang-bidang HaKI yang diobservasi, hak cipta, dan merek merupakan korban paling parah akibat pelanggaran. Terdapat empat kategori karya cipta yang banyak dibajak hak ekonominya. Data ini direpresentasi oleh karya program komputer, musik, film dan buku dari AS yang secara berturut-turut mencatat angka kerugian yang sangat signifikan. Kalkulasi kerugian berbagai komoditas tersebut telah memaksa AS menghukum Indonesia dengan menempatkannya ke dalam status priority watchlist dalam beberapa tahun terakhir ini. Di bidang merek, pelanggaran tidak hanya menyangkut merek-merek asing. Selain merek terkenal asing, termasuk yang telah diproduksi di dalam negeri, merek-merek lokal juga tak luput dari sasaran peniruan dan pemalsuan. Di antaranya, produk rokok, tas, sandal dan sepatu, busana, parfum, arloji, alat tulis dan tinta printer, oli, dan bahkan onderdil mobil. Kasus pemalsuan yang terakhir ini terungkap lewat operasi penggerebekan terhadap sebuah toko di Jakarta Barat yang mendapatkan sejumlah besar onderdil Daihatsu palsu. Pelakunya telah ditindak dan saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Barat. Kasus Daihatsu tampaknya belum akan menjadi kasus terakhir. Prediksi ini muncul karena fenomena pelanggaran hukum yang masih belum dijerakan oleh sanksi pidana yang dijatuhkan. Faktor deterrent hukum masih belum mampu unjuk kekuatan. Pengadilan masih nampak setengah hati memberi sanksi. Padahal, pemalsuan sparepart bukan saja merugikan konsumen secara ekonomi, tetapi juga dapat mencelakakan dan mengancam jiwanya. Kesemuanya itu tidak disikapi dengan penuh atensi. Sebaliknya, dianggap sekedar sebagai perbuatan yang dikategorikan merugikan orang lain. Sekali lagi, tingkat kesadaran hukum masyarakat sangat menentukan. Betapapun, datangnya kesadaran itu acapkali harus dipaksakan melalui putusan pengadilan. Inilah harga yang harus dibayar untuk dapat mewujudkan penegakan hukum HaKI yang tidak hanya diperlukan untuk kepentingan pemegang HaKI, tetapi juga bagi jaminan kepastian, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat konsumen secara keseluruhan.








No comments:

Post a Comment