A. Pendahuluan
Selama ini berbagai usaha untuk
menyosialisasikan penghargaan atas HAKI telah dilakukan secara bersama-sama
aparat pemerintah terkait beserta lembaga pendidikan dan lembaga swadaya
masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tampaknya belum cukup
berhasil.
Ada beberapa alas an yang mendasarinya.
Pertama, konsep dan perlunya HAKI belum dipahami dimasyarakat. Kedua, kurang
optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HAKI itu sendiri maupun aparat
penegak hukum. Ketiga, tidak ada kesamaan pandangan dan pengertian mengenai
pentingnya perlindungan dan penegakan HAKI dikalangan pemilik HAKI dan aparat
penegak hukum.
Globalisasi yang sangat identik dengan
free market, free competition dan transparasi, memberikan dampak yang cukup
besar terhadap perlindungan HAKI di Indonesia. Situasi seperti inipun
memberikan tantangan kepada Indonesia, dimana Indonesia diharuskan untuk dapat
memberikan perlindungan yang memadai atas HAKI sehingga terciptanya persaingan
sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kapada investor untuk
berinvestasi di Indonesia.
B. Pengertian HAKI
Dari istilah HAKI ada 3 kata kunci dari
istilah tersebut yaitu hak, kekayaan dan intelektual. Hak adalah milik
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu menurut hukum. Kekayaan
adalah harta yang menjadi milik orang. Intelektual adalah cerdas, berakal
pikiran jernih. Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan
intelektual manusia yang dapat berupa karya dibidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual
melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu
dan biaya untuk memperoleh produk baru.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
atau Intellectual Property Right (IPR) adalah instrument hukum yang memberikan
perlindungan hak pada seseorang atas segala hasil kreativitas dan perwujudan
karya intelektual dan memberikan hak kepada pemilik hak untuk menikmati
keuntungan ekonomi dari kepemilikan hak tersebut. Melalui perlindunga HAKI pula para pemilik hak berhak untuk
menggunakan, memperbanyak, dan atau mengumumkan hasil karya intelektualnya
tersebut.
C.
Sejarah,
Latar Belakang dan Landasan HAKI
Undang-undang mengenai HAKI pertama kali
ada di Venice, Italia, yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton,
Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun
waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum
tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman Tudor
tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum paten pertama di Inggris yaitu Statue of
Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun
1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HAKI pertama kali terjadi tahun 1833
dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merk dagang dan desain.
Kemudian konversi Berne 1886 untuk masalah hak cipta (copyright).
Tujuan konversi-konversi tersebut antara
lain, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi dan prosedur mendapatkan
hak. Kedua konversi tersebut kemudian membentuk biro administrative bernama The
United International Bureau for The Protection of Intellectual Property yang
kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO).
WIPO kemudian menjadi badan administrative khusus dibawah PBB yang menangani
masalah HAKI anggota PBB.
Pada tahun 2001 World Intellectual
Property Organisation (WIPO) telah menetapkan 26 April sebagai Hari Hak Atas
Kekayaan Intelektual sedunia.
Sejak ditandatanganinya
persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April
1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah
sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya
melalui Undang-undang No.7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Pengenalan HAKI sebagai
hak milik perorangan yang tidak berwujud dalam tatanan hukum positif terutama
dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dalam sudut pandang
HAKI aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan
dan perlindungan, tidak saja akan merasa aman tapi juga mewujudkan iklim
kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya inovatif dan
produktif. Dinegara barat (western), pengahargaan atas kekayaan intelektual atu
hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka.
HAKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan
hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seorang, akan tetapi
digunakan dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan
dikomersialkan, memungkinkan pencipta dapat mengeksploitasi penemuannya secara
ekonomi. Hasil dari komersialisasi memungkinkan pencipta untuk terus berkarya
dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh individu atau pihak lain.
Pada awal tahun 1990,
di Indonesia HAKI tidak populer. HAKI mulai populer memasuki awal tahun 2000
sampai dengan sekarang. Perubahan perjalanan Undang-undang HAKI di Indonesia:
UU No.6 tahun 1982 diperbaharui menjadi UU No.7 tahun 1987, UU No.12 tahun
1992, terakhir undang-undang tersebut dipernaharui menjadi UU No.19 tahun 2002
tentang Hak Kekayaan Intelektual yang disahkan pada 29 Juli 2002 ternyata
diberlakukan untuk 12 bulan kemudian yaitu 19 Juli 2003, inilah kemudian
dijadikan landasan diberlakukannya UU HAKI di Indonesia.
D.
Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual
1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila telah
habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik
umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat
diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang
bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan
terhadap siapapun.Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak
monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan
melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan
ataupun menggunakannya.
E. JENIS – JENIS HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
1. Hak Cipta (Copyrights)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:
Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal
1 ayat 1)
§ Pemegang
Hak Cipta
Pemegang Hak Cipta
adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari si pencipta.
§ Pengertian
Ciptaan
Ciptaan adalah hasil
setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan mempunyai nilai keaslian dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
§ Pendaftaran
Ciptaan untuk Memperoleh Perlindungan Hak Cipta
Pendaftaran ciptaan
tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. Untuk lebih baiknya dianjurkan pada Pencipta maupun Pemegang Hak
Cipta untuk mendaftarkan ciptaannya,
karena Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan, apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
§ Karya
Cipta yang Dilindungi UU Hak Cipta
a. Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan
dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah,
kuliah, pidato dan ciptaan lain yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
c. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d. Ciptaan
lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
e. Drama,
drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim.
f. Seni
rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
g. Arsitektur
h. Peta
i.
Seni Batik
j.
Fotografi
k. Sinematografi
l.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain
dari hasil pengalihwujudan.
§ Yang
Tidak Dapat Didaftarkan untuk Memperoleh Hak Cipta
a. Ciptaan
di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
b. Ciptaan
yang tidak orisinil.
c. Ciptaan
yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata.
d. Ciptaan
yang sudah merupakan milik umum.
e. Ketentuan
yang diatur dalam pasal 13 UU tentang Hak Cipta (UUHC).
§ Jangka
Waktu Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan atas suatu
ciptaan berlaku selama pencipta hidup dan ditambah
50 tahun setelah
pencipta meninggal dunia.
Jika pencipta lebih
dari 1 orang, maka hak tersebut diberikan selama hidup
ditambah 50 tahun
pencipta terakhir meninggal dunia.
Hak Cipta atas
ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database
dan karya hasil
pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali
diumumkan.
2. Hak Kekayaan Industri
a. Paten
(Patent)
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001
Tentang Paten:
Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya
(Pasal 1 Ayat 1).
Inventor
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan invensi (temuan).
Pemegang
paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak
tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
haktersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
§ Yang
Harus Diperhatikan untuk Dihindari Sebelum Mengajukan Paten
Yang harus dihindari
sebelum permintaan Paten diajukan adalah pengungkapan atau mempublikasikan
secara umum hasil penelitian atau penemuan dalam jangka waktu lebih dari 6
(enam) bulan sebelum permintaan paten diajukan.
Pengungkapan suatu
hasil penelitian atau penemuan dapat terjadi dalam 3 (tiga) cara :
1. Melalui
penguraian teknik dengan tulisan yang dipublikasikan.
2. Melalui
penguraian produk dan atau cara penggunaannya di depan umum.
3. Melalui
pameran produk, dapat berupa suatu pameran internasional di Indonesia atau di
luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau berupa suatu pameran
nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi.
§ Sistem
Pendaftaran Paten
Ada 2 macam sistem
pendaftaran paten, yaitu :
1. Sistem
First to File adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang
mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan.
2. Sistem
First to Invent adalah suatu system yang memberikan hak paten bagi mereka yang
menemukan inovasi pertama kali sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
“Indonesia
menggunakan sistem First To File”
§ Perbedaan
Antara Paten Biasa dan Paten Sederhana
No Uraian
Paten Paten Sederhana
1.
Yang diperiksa
Kebaruan (novelty), langkah inventif, dapat diterapkan dalam industri Kebaruan
(novelty)
2.
Masa Berlaku 20
tahun, terhitung sejak penerimaan permintaan paten 10 tahun, terhitung sejak
tanggal pemberian paten
3.
Jumlah Klaim 1 (satu)
atau lebih dari satu 1 (satu)
§ Penemuan
Yang Tidak Dapat Dipatenkan
Yang tidak dapat
diberikan perlindungan paten
adalah (UU Paten,
pasal 7) :
1. Proses
atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan
dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban
umum atau kesusilaan. Contoh : Bahan peledak
2. Metode
pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap
manusia dan/atau hewan.
3. Teori
dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
4. Semua
mahluk hidup, kecuali jasad renik. Proses biologis yang esensial untuk
memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses mikrobiologis.
§ Yang
Harus Dilakukan Sebelum Mengajukan Paten
1. Melakukan
penelusuran (searching) informasi paten di beberapa Website, antara lain :
·
http://www.dgip.go.id
·
http://www.uspto.gov
·
http://www.jpo.gov
·
http://www.epo.gov
2. Melakukan
analisa, apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan untuk mendapat
perlindungan hak paten dibandingkan dengan invensi terdahulu.
3. Mengambil
keputusan, jika invensi tersebut ternyata memang ada nilai kebaruan dari pada
invensi terdahulu, maka sebaiknya diajukan untuk mendapat perlindungan hak
paten dan jika tidak seyogyanya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian
biaya pendaftaran paten
b. Merek
(Trademark)
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001
Tentang Merek :
Merek adalah tanda
yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf,angka- angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1)
§ Yang
Dapat Mendaftarkan Merek :
1.
Perorangan
2. Beberapa
Orang (pemilikan bersama)
3. Badan
Hukum
§ Fungsi
Merek
1. Menunjukan
barang/jasa yang dihasilkan
2. Sebagai
jaminan atas mutu barangnya
3. Tanda
pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau badan
hukum dari produk orang lain atau badan hukum lainnya.
§ Jangka
Waktu Perlindungan Merek
Merek terdaftar
mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, sejak
tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang
c. Rahasia
Dagang (Trade Secrets)
Menurut UU No. 30 Tahun 2000 Tentang
Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis,
mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
§ Unsur
– Unsur Rahasia Dagang
Unsur dari rahasia
dagang adalah :
1. Adanya
informasi bisnis dan teknologi yang dirahasiakan
2. Mempunyai
nilai ekonomi
3. Adanya
upaya untuk menjaga kerahasiaan
Ketiga unsur tersebut
harus ada dalam rahasia dagang
§ Hak
dari Pemegang Rahasia Dagang
1. Menggunakan
sendiri rahasia dagang yang dimilikinya
2. Memberikan
lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau
mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang
bersifat komersial.
§ Apakah
Rahasia Dagang Perlu Didaftarkan?
Tidak, tetapi jika
akan dilakukan pengalihan hak harus ada dokumen pengalihan hak dan dicatatkan
pada Ditjen HAKI dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam UU Rahasia
Dagang. Apabila tidak dicatatkan pada Ditjen HAKI tidak berakibat hukum pada
pihak ketiga
§ Jangka
Waktu Rahasia Dagang
Jangka waktu untuk
hak rahasia dagang tidak terbatas, sepanjang rahasia itu dipegang oleh
pemiliknya
d. Desain
Industri (Industrial Design)
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000
Tentang Desain Industri :
Desain Industri adalah suatu
kreasi tentang bentuk, konfigurasi,atau komposisi garis atau warna, atau garis
dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi
atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang,
komoditas industri, atau kerajinan tangan.
(Pasal 1
Ayat 1)
Hak
desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia
kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
tersebut.
Pendesain
adalah seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain
industri.
§ Jangka
Waktu Perlindungan
Perlindungan terhadap
hak desain industri diberikan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung sejak
tanggal penerimaan
e. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Circuit Layout)
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu :
Sirkuit Terpadu adalah suatu
produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai
elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di
dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
untuk
menghasilkan fungsi elektronik.(Pasal 1 Ayat 1)
Desain Tata Letak adalah
kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen,
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta
sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga
dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal
1Ayat 2)
§ Yang
Mendapat Perlidungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak desain tata letak
sirkuit terpadu diberikan untuk desain tata letak sirkuit terpadu yang
orisinil. Desain tata letak sirkuit terpadu dinyatakan orisinil apabila desain
tersebut merupakan hasil karya mandiri pendesain, dan pada saat desain tata
letak sirkuit terpadu tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi
para pendesain.
§ Jangka
Waktu Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
1. Perlindungan
terhadap hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan kepada pemegang hak
sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimanapun,
atau sejak tanggal penerimaan. Jangka waktu perlindungan adalah 10 tahun.
2. Jika
desain tata letak sirkuit terpadu telah dieksploitasi secara komersial,
permohonan harus diajukan paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal pertama
kali dieksploitasi.
f. Perlindungan
Varietas Tanaman (Plant Variety)
Berdasarkan UU No. 29 tahun 2000 Tentang Perlindungan
Varietas Tanaman
Hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah
hak yang diberikan
kepada
pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas
hasil
pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
PVT diberikan kepada
varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan
diberi nama. Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan
permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut
belum pernah diperdagangkan di Indonesia
atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah
diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman
semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan. Sedangkan kriteria varietas
dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan
secara jelas dengan
varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat
penerimaan permohonan hak PVT.
§ Istilah
dalam Perlindungan Varietas Tanaman
1. Perlindungan
Varietas Tanaman
Yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang
diberikan negara,yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya
dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman
yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
2. Varietas
tanaman
Yang selanjutnya disebut varietas, adalah sekelompok tanaman dari
suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan
tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau
kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh
sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak
mengalami perubahan.
3. Pemuliaan
tanaman
Adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan
penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk
menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang
dihasilkan.
4. Benih
tanaman
Yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman dan/atau bagiannya
yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.
5. Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman
Adalah unit organisasi di lingkungan departemen yang melakukan
tugas dan kewenangan di bidang Perlindungan Varietas Tanaman.
§ Jangka
Waktu Perlindungan
Adapun jangka waktu
perlindungan yang diberikan adalah selama 20 (duapuluh) tahun untuk tanaman
semusim, dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.
E.
HAKI Perangkat Lunak
Di Indonesia, HaKI PL
termasuk ke dalam kategori Hak Cipta (Copyright). Beberapa negara, mengizinkan pematenan perangkat lunak.
Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki portfolio
paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar
perusahaan-perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya
''Saya izinkan anda menggunakan paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten
anda''. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak sangat merugikan
perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten. Tetapi ada
juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini.
Banyak pihak tidak setuju
terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri perangkat
lunak. Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin
patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan
patennya di negara lain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus
didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
Dalam bidang perangkat lunak atau software, ada beberapa istilah yang
berkaitan dengan hak paten. Selain itu, ada beberapa definisi yang menunjukkan
status sebuah software yang perlu kita ketahui. Istilah-istilah tersebut
adalah:
- Perangkat Lunak Berpemilik (Proprietary)
Perangkat lunak
berpemilik (proprietary) adalah perangkat lunak yang tidak bebas atau pun
semi-bebas. Seseorang dapat dilarang, atau harus meminta izin, atau akan
dikenakan pembatasan lainnya jika menggunakan, mengedarkan, atau
memodifikasinya.
- Perangkat Lunak Komersial
Perangkat lunak
komersial adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh kalangan bisnis untuk
memperoleh keuntungan dari penggunaannya. Komersial dan kepemilikan adalah dua
hal yang berbeda. Kebanyakan perangkat lunak komersial adalah berpemilik, tapi
ada perangkat lunak bebas komersial, dan ada perangkat lunak tidak bebas dan
tidak komersial.
- Perangkat Lunak Semi—Bebas
Perangkat
lunak semibebas adalah perangkat lunak yang tidak bebas, tapi mengizinkan
setiap orang untuk menggunakan, menyalin, mendistribusikan, dan memodifikasinya
(termasuk distribusi dari versi yang telah dimodifikasi) untuk tujuan tertentu
(Umpama nirlaba). PGP adalah salah satu contoh dari program semibebas.
Perangkat lunak semibebas jauh lebih baik dari perangkat lunak berpemilik,
namun masih ada masalah, dan seseorang tidak dapat menggunakannya pada sistem
operasi yang bebas.
- Public Domain
Perangkat lunak public domain ialah perangkat lunak
yang tanpa hak cipta. Ini merupakan kasus khusus dari perangkat lunak bebas non-copyleft,
yang berarti bahwa beberapa salinan atau versi yang telah dimodifikasi bisa
jadi tidak bebas sama sekali. Terkadang ada yang menggunakan istilah ``public
domain'' secara bebas yang berarti ``cuma-cuma'' atau ``tersedia
gratis". Namun ``public domain'' merupakan istilah hukum yang artinya
``tidak memiliki hak cipta''. Untuk jelasnya, kami menganjurkan untuk
menggunakan istilah ``public domain'' dalam arti tersebut, serta menggunakan
istilah lain untuk mengartikan pengertian yang lain.
Sebuah karya adalah public domain
jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki
waktu kadaluwarsa. Sebagai contoh, lagulagu klasik sebagian besar adalah public
domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta.
- Freeware
Istilah freeware tidak terdefinisi dengan jelas, tetapi biasanya digunakan
untuk paket-paket yang mengizinkan pendistribusian kembali tanpa modifikasi
(kode programnya tidak tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak bebas.
- Shareware
Shareware ialah
perangkat lunak yang mengizinkan orang-orang untuk meredistribusikan
salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar
biaya lisensi. Dalam praktiknya, orang-orang sering tidak mempedulikan
perjanjian distribusi dan tetap menggunakan perangkat lunak tersebut meski
sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.
-Perangkat Lunak Bebas
Perangkat lunak bebas ialah perangkat lunak yang mengizinkan siapa pun untuk menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan, baik dimodifikasi atau pun tidak, secara gratis atau pun dengan biaya. Perlu ditekankan, bahwa kode sumber dari program harus tersedia. Jika tidak ada kode program, berarti bukan perangkat lunak. Perangkat Lunak Bebas mengacu pada kebebasan para penggunanya untuk menjalankan, menggandakan, menyebarluaskan, mempelajari, mengubah dan meningkatkan kinerja perangkat lunak. Tepatnya, mengacu pada empat jenis kebebasan bagi para pengguna perangk at lunak:
·
Kebebasan 0. Kebebasan untuk menjalankan
programnya untuk tujuan apa saja.
·
Kebebasan 1. Kebebasan untuk mempelajari
bagaimana program itu bekerja serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan anda. Akses pada kode program merupakan suatu prasyarat.
·
Kebebasan 2. Kebebasan untuk menyebarluaskan
kembali hasil salinan perangkat lunak tersebut sehingga dapat membantu sesama
anda.
·
Kebebasan 3. Kebebasan untuk meningkatkan
kinerja program, dan dapat menyebarkannya ke khalayak umum sehingga semua
menikmati keuntungannya. Akses pada kode
program merupakan suatu prasyarat juga.
Suatu program merupakan perangkat
lunak bebas, jika setiap pengguna memiliki semua dari kebebasan tersebut.
Dengan demikian, anda seharusnya bebas untuk menyebarluaskan salinan program
itu, dengan atau tanpa modifikasi (perubahan), secara gratis atau pun dengan
memungut biaya penyebarluasan, kepada siapa pun dimana pun. Kebebasan untuk
melakukan semua hal di atas berarti anda tidak harus meminta atau pun membayar
untuk izin tersebut.
Perangkat lunak bebas bukan
berarti ``tidak komersial''. Program bebas harus boleh digunakan untuk
keperluan komersial. Pengembangan perangkat lunak bebas secara komersial pun
tidak merupakan hal yang aneh; dan produknya ialah perangkat lunak bebas yang
komersial.
-Copylefted/Non-Copylefted
Perangkat lunak copylefted
merupakan perangkat lunak bebas yang ketentuan pendistribusinya tidak
memperbolehkan untuk menambah batasan-batasan tambahan – jika mendistribusikan
atau memodifikasi perangkat lunak tersebut. Artinya, setiap salinan dari
perangkat lunak, walaupun telah dimodifikasi, haruslah merupakan perangkat
lunak bebas.
Perangkat lunak bebas non-copyleft
dibuat oleh pembuatnya yang mengizinkan seseorang untuk mendistribusikan dan
memodifikasi, dan untuk menambahkan batasan-batasan tambahan dalamnya. Jika
suatu program bebas tapi tidak copyleft, maka beberapa salinan atau
versi yang dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Perusahaan perangkat
lunak dapat mengkompilasi programnya, dengan atau tanpa modifikasi, dan
mendistribusikan file tereksekusi sebagai produk perangkat lunak yang berpemilik.
Sistem X Window menggambarkan hal ini.
-Perangkat Lunak Kode Terbuka
Konsep Perangkat Lunak Kode
Terbuka (Open Source Software) pada intinya adalah membuka kode sumber
(source code) dari sebuah perangkat lunak. Konsep ini terasa aneh pada
awalnya dikarenakan kode sumber merupakan kunci dari sebuah perangkat lunak.
Dengan diketahui logika yang ada di kode sumber, maka orang lain semestinya
dapat membuat perangkat lunak yang sama fungsinya. Open source hanya
sebatas itu. Artinya, tidak harus gratis. Kita bisa saja membuat perangkat
lunak yang kita buka kode-sumber-nya, mempatenkan algoritmanya, medaftarkan hak
cipta, dan tetap menjual perangkat lunak tersebut secara komersial (alias tidak
gratis). definisi open source yangasli seperti tertuang dalam OSD (Open Source
Definition) yaitu:
·
Free
Redistribution
·
Source Code
·
Derived Works
·
Integrity of the
Authors Source Code
·
No Discrimination
Against Persons or Groups
·
No Discrimination
Against Fields of Endeavor
·
Distribution of
License
·
License Must Not
Be Specific to a Product
·
License Must Not
Contaminate Other Software
-GNU General Public License (GNU/GPL)
GNU/GPL merupakan sebuah kumpulan
ketentuan pendistribusian tertentu untuk meng-copyleft-kan sebuah program.
Proyek GNU menggunakannya sebagai perjanjian distribusi untuk sebagian besar
perangkat lunak GNU. Sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada
perangkat lunak Open Source. GPL memberikan hak kepada orang lain untuk
menggunakan sebuah ciptaan asalkan modifikasi atau produk derivasi dari ciptaan
tersebut memiliki lisensi yang sama. Kebalikan dari hak cipta adalah public
domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak
lain.
Komersialisasi Perangkat Lunak
Bebas pada kata perangkat lunak
bebas tepatnya adalah bahwa para pengguna bebas untuk menjalankan suatu
program, mengubah suatu program, dan mendistribusi ulang suatu program dengan
atau tanpa mengubahnya. Berhubung perangkat lunak bebas bukan perihal harga,
harga yang murah tidak menjadikannya menjadi lebih bebas, atau mendekati bebas.
Jadi jika anda mendistribusi ulang salinan dari perangkat lunak bebas, anda
dapat saja menarik biaya dan mendapatkan uang. Mendistribusi ulang perangkat
lunak bebas merupakan kegiatan yang baik dan sah; jika anda melakukannya, silakan
juga menarik keuntungan.
Beberapa bentuk model bisnis yang
dapat dilakukan dengan Open Source:
·
Support/seller, pendapatan diperoleh dari penjualan media
distribusi, branding, pelatihan, jasa konsultasi, pengembangan custom, dan
dukungan setelah penjualan.
·
Loss leader, suatu produk Open Source gratis digunakan
untuk menggantikan perangkat lunak komersial.
·
Widget Frosting, perusahaan pada dasarnya menjual
perangkat keras yang menggunakan program open source untuk menjalankan
perangkat keras seperti sebagai driver atau lainnya.
·
Accecorizing, perusahaan mendistribusikan buku, perangkat
keras, atau barang fisik lainnya yang berkaitan dengan produk Open Source,
misal penerbitan buku O Reilly.
·
Service Enabler,
perangkat lunak Open Source dibuat dan didistribusikan untuk mendukung ke arah
penjualan service lainnya yang menghasilkan uang.
·
Brand Licensing, Suatu perusahaan mendapatkan penghasilan
dengan penggunaan nama dagangnya.
·
Sell it, Free it, suatu perusahaan memulai siklus
produksinya sebagai suatu produk komersial dan lalu mengubahnya menjadi produk
open Source.
·
Software
Franchising, ini merupakan model kombinasi antara brand licensing dan
support/seller
G. BENTUK DAN ATURAN PELANGGARAN HAK
CIPTA
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memerlukan sumber daya yang
baik dari segala aspek, terlebih dari aspek sumber daya manusia. Hasil karya
cipta, dalam hal ini karya cipta yang terkait dengan perangkat lunak, sudah
sepantasnya
mendapat penghargaan yang layak agar di masa mendatang tercipta karya-karya
yang lebih baik.
Pelanggaran hak cipta dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi
umumnya terjadi pada karya cipta peranti lunak atau software. Bentuk
pelanggarannya dapat berupa:
- Duplikasi atau penggandaan perangkat lunak proprietary tanpa ijin
- Penjualan perangkat lunak bajakan.
- Instalasi perangkat lunak bajakan ke dalam harddisk
- Modifikasi perangkat lunak tanpa ijin
Pelanggaran atas
hak cipta seseorang akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan pasal 72
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan :
- Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.0000,00 (lima miliar
rupiah).
- Barang
siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
- Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Hak Cipta Orang Lain
Sebagai warga
negara yang baik, sudah sepantasnya kita menghargai hak cipta orang lain,
misalnya dengan cara berikut ini.
- Selalu menggunakan perangkat lunak yang legal dan berlisensi. Legal dan berlisensi tidak selalu berarti kita harus membayar untuk mendapatkannya. Sebagai contoh: kita dapat menggunakan sistem operasi Linux yang legal dan berlisensi tanpa harus membayar.
- Tidak melakukan penggandaan software-software ilegal.
- Selalu menggunakan perangkat lunak untuk hal-hal positif.
- Tidak mengubah atau memodifikasi program komputer yang memang tidak boleh diubah atau dimodifikasi oleh pembuatnya.
- Tidak menyalahgunakan perangkat lunak untuk berbagai hal yang melanggar hukum.
F.
Penutup
Betapapun HaKI adalah konsep hukum yang netral. Namun,
sebagai pranata, HaKI juga memiliki misi. Di antaranya, menjamin perlindungan
terhadap kepentingan moral dan ekonomi pemiliknya. Bagi Indonesia, pengembangan
sistem HaKI telah diarahkan untuk menjadi pagar, penuntun dan sekaligus rambu
bagi aktivitas industri dan lalu lintas perdagangan. Dalam skala ekonomi makro,
HaKI dirancang untuk memberi energi dan motivasi kepada masyarakat untuk lebih
mampu menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki. Ketika menghadapi badai krisis ekonomi, HaKI terbukti dapat
menjadi salah satu payung pelindung bagi para tenaga kerja yang memang
benar-benar kreatif dan inovatif. Lebih dari itu, HaKI sesungguhnya dapat
diberdayakan untuk mengurangi kadar ketergantungan ekonomi pada luar negeri.
Bagi Indonesia, menerima globalisasi dan mengakomodasi konsepsi perlindungan
HaKI tidak lantas menihilkan kepentingan nasional. Keberpihakan pada rakyat,
tetap menjadi justifikasi dalam prinsip-prinsip pengaturan dan rasionalitas
perlindungan berbagai bidang HaKI di tingkat nasional. Namun, semua itu harus
tetap berada pada koridor hukum dan norma-norma internasional.Dari segi hukum,
sesungguhnya landasan keberpihakan pada kepentingan nasional itu telah tertata
dalam berbagai pranata HaKI. Di bidang paten misalnya, monopoli penguasaan
dibatasi hanya seperlima abad. Selewatnya itu, paten menjadi public domain.
Artinya, klaim monopoli dihentikan dan masyarakat bebas memanfaatkan. Di bidang merek, HaKI
tegas menolak monopoli pemilikan dan penggunaan merek yang miskin reputasi.
Merek serupa itu bebas digunakan dan didaftarkan orang lain sepanjang untuk
komoditas dagang yang tidak sejenis. HaKI hanya memberi otoritas monopoli yang
lebih ketat pada merek yang sudah menjadi tanda dagang yang terkenal. Di luar
itu, masyarakat bebas menggunakan sepanjang sesuai dengan aturan. Yang pasti,
permintaan pendaftaran merek ditolak bila didasari itikad tidak baik.
Banyak pemikiran yang menawarkan tesis bahwa efektivitas UU ditentukan oleh tiga hal utama. Yaitu, kualitas perangkat perundang-undangan, tingkat kesiapan aparat penegak hukum dan derajat pemahaman masyarakat.
Banyak pemikiran yang menawarkan tesis bahwa efektivitas UU ditentukan oleh tiga hal utama. Yaitu, kualitas perangkat perundang-undangan, tingkat kesiapan aparat penegak hukum dan derajat pemahaman masyarakat.
Pertama, dari segi kualitas perundang-undangan. Masalahnya
adalah apakah materi muatan UU telah tersusun secara lengkap dan memadai, serta
terstruktur dan mudah dipahami. Aturan perundang-undangan di bidang HaKI
memiliki kendala dari sudut parameter ini. Hal ini terbukti dari seringnya
merevisi perangkat perundangan yang telah dimiliki. UU Hak Cipta telah tiga
kali direvisi. Demikian pula UU Paten dan UU Merek yang telah disempurnakan
lagi setelah sebelumnya bersama-sama direvisi tahun 1997. Sebagai instrumen
pengaturan yang relatif baru, bongkar pasang UU bukan hal yang tabu.
Setiap kali dilakukan revisi, setiap kali pula
tertambah kekurangan-kekurangan yang dahulu tidak terpikirkan. Dalam banyak
hal, revisi juga sekedar merupakan klarifikasi. Ini yang sering kali digunakan
sebagai solusi atas problema pengaturan yang tidak jelas atau melahirkan
multiinterpretasi.
Kedua, tingkat kesiapan aparat penegak hukum. Faktor ini
melibatkan banyak pihak: polisi, jaksa, hakim, dan bahkan para pengacara.
Seperti sudah sering kali dikeluhkan, sebagian dari para aktor penegakan hukum
tersebut dinilai belum sepenuhnya mampu mengimplementasikan UU HaKI secara
optimal. Dengan menepis berbagai kemungkinan terjadinya 'penyimpangan', kendala
yang dihadapi memang tidak sepenuhnya berada di pundak mereka. Sistem
pendidikan dan kurikulum di bangku pendidikan tinggi tidak memberikan bekal
substansi yang cukup di bidang HaKI. Karenanya, dapat dipahami bila wajah
penegakan hukum HaKI masih tampak kusut dan acapkali diwarnai berbagai
kontroversi. Ketiga,
derajat pemahaman masyarakat. Sesungguhnya memang kurang fair menuntut
masyarakat memahami sendiri aturan HaKI tanpa bimbingan yang memadai. Sebagai
konsep hukum baru yang padat dengan teori lintas ilmu, HaKI memiliki kendala
klasik untuk dapat dimengerti dan dipahami. Selain sistem edukasi yang kurang
terakomodasi di jenjang perguruan tinggi, HaKI hanya menjadi wacana yang sangat
terbatas karena kurangnya.
Dari paparan di atas tampak bahwa faktor pemahaman masyarakat
dan kesiapan aparat penegak hukum, memiliki korelasi yang kuat dengan kegiatan
sosialisasi yang dilaksanakan. Sosialisasi menjadi tingkat prakondisi bagi
efektivitas penegakan hukum. Efektivitas penegakan hukum sungguh sangat
dipengaruhi oleh tingkat pemahaman masyarakat dan kesiapan aparat. Semakin
tinggi pemahaman masyarakat semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukumnya.
Demikian pula kondisi aparat. Semakin bulat pemahaman aparat, semakin mantap
kinerja mereka di lapangan. Keduanya merupakan faktor yang menentukan.
Karenanya, sosialisasi merupakan keharusan. Sosialisasi diperlukan utamanya
untuk membangun pemahaman dan menumbuhkan kesadaran masyarakat. Seiring dengan
itu untuk meningkatkan pemahaman dan memantapkan kemampuan aparat dalam
menangani masalah HaKI. Di antara bidang-bidang HaKI yang diobservasi, hak cipta, dan
merek merupakan korban paling parah akibat pelanggaran. Terdapat empat kategori
karya cipta yang banyak dibajak hak ekonominya. Data ini direpresentasi oleh
karya program komputer, musik, film dan buku dari AS yang secara berturut-turut
mencatat angka kerugian yang sangat signifikan. Kalkulasi kerugian berbagai
komoditas tersebut telah memaksa AS menghukum Indonesia dengan menempatkannya
ke dalam status priority watchlist dalam beberapa tahun terakhir ini. Di bidang merek,
pelanggaran tidak hanya menyangkut merek-merek asing. Selain merek terkenal
asing, termasuk yang telah diproduksi di dalam negeri, merek-merek lokal juga
tak luput dari sasaran peniruan dan pemalsuan. Di antaranya, produk rokok, tas,
sandal dan sepatu, busana, parfum, arloji, alat tulis dan tinta printer, oli,
dan bahkan onderdil mobil. Kasus pemalsuan yang terakhir ini terungkap lewat
operasi penggerebekan terhadap sebuah toko di Jakarta Barat yang mendapatkan
sejumlah besar onderdil Daihatsu palsu. Pelakunya telah ditindak dan saat ini
sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Barat. Kasus Daihatsu tampaknya belum akan menjadi kasus
terakhir. Prediksi ini muncul karena fenomena pelanggaran hukum yang masih
belum dijerakan oleh sanksi pidana yang dijatuhkan. Faktor deterrent hukum
masih belum mampu unjuk kekuatan. Pengadilan masih nampak setengah hati memberi
sanksi. Padahal, pemalsuan sparepart bukan saja merugikan konsumen secara
ekonomi, tetapi juga dapat mencelakakan dan mengancam jiwanya. Kesemuanya itu
tidak disikapi dengan penuh atensi. Sebaliknya, dianggap sekedar sebagai
perbuatan yang dikategorikan merugikan orang lain. Sekali lagi, tingkat
kesadaran hukum masyarakat sangat menentukan. Betapapun, datangnya kesadaran
itu acapkali harus dipaksakan melalui putusan pengadilan. Inilah harga yang
harus dibayar untuk dapat mewujudkan penegakan hukum HaKI yang tidak hanya
diperlukan untuk kepentingan pemegang HaKI, tetapi juga bagi jaminan kepastian,
kenyamanan, dan keselamatan masyarakat konsumen secara keseluruhan.
No comments:
Post a Comment